Selalu ada cerita dibalik sebuah foto...
foto ini diambil hari minggu kemarin tanggal 2 februari 2014
seperti yang dilihat, ibu dan a'il sedang naik kereta tamasya. ya..kami mau pergi tamasya bersama keluarga besar H.M Fadil dan warga kampung palasem, kita mau pergi tamasya ke Banten Lama. Sudah dapat ditebak, a'il senang tak terkira naik kereta tamasya ini. A'il duduk paling depan disamping pak supir, mirip lagu naik delman yaa..hehee..
Untuk menuju Banten Lama, dari rumah kita perlu 1 jam perjalanan naik kereta tamasya ini. Alhamdulillah cuaca hari itu tidak hujan dan tidak panas, angin sepoi-sepoi dari jendela kereta yang di design terbuka menambah sejuk perjalanan kali itu. Sepanjang perjalanan a'il excited banget liat mobil truk, mobil molen dan bus selama perjalanan menuju Banten Lama.
Dalam perjalanan menuju Banten Lama kami melewati tanah persawahan yang hijau membentang, elok dipandang membuat mata segar. Ternyata kalau mau cuci mata itu seharusnya ke tempat yang seperti ini, bukan mall yang menurut saya bikin mata malah tambah lelah.
Selain itu kami juga melewati vihara avalokita, yang merupakan klenteng tertua di Banten. Menurut informasi yang di dapat, vihara avalokita ini di bangun pada tahun 1952 untuk memenuhi keperluan masyarakat tionghoa di Banten pada masa itu. Vihara Avalokitesvara memiliki jadwal-jadwal peribadatan di mana pada hari tersebut klenteng ramai dikunjungi oleh para Umat Buddha dari seluruh penjuru Indonesia. Klenteng ini biasanya sangat ramai pada bulan dua, enam, dan sembilan setiap tanggal 19 pada penanggalan Cina atau yang biasa disebut sebagai Lunar Kalender. Pada bulan-bulan tersebut dirayakan Hari Ulang tahun Dewi Kwan Se Im Po Sat, Hari Mencapai Kesempurnaan Dewi Kwan Se Im po Sat dan memperingati meninggalnya Dewi Kwan Se Im Po Sat.
Di ke tiga hari besar tersebut, klenteng tidak hanya ramai oleh umat Buddha yang beribadah tapi juga banyak pedagang dari luar kota maupun warga sekitar yang mengais rejeki dari acara peribadatan tersebut. Tidak hanya itu saja, selain ke tiga tanggal terebut vihara ini juga biasa ramai dikunjungi saat perayaan Tahun Baru Cina dan Cap Go Meh. Pantas hari itu kelenteng tampak sepi, mungkin masyarakat tionghoa sudah kesana tahun baru imlek kemarin.
Menuju Banten Lama kami juga melewati Danau Tasikardi. Danau ini dibuat pada masa pemerintahan Panembahan Maulana Yusuf (bertahta 1570-1580 M), sultan Banten kedua dan merupakan tempat peristirahatan sultan dan keluarganya. Peranannya ganda, yaitu menampung air dari Sungai Cibanten demi pengairan sawah, dan memasok air ke keraton dan masyarakat sekitarnya. Air Danau Tasikardi dialirkan ke Keraton Surosowan melalui pipa yang terbuat dari tanah liat dan berdiameter 2,40 meter. Sebelum digunakan, air disaring dan diendapkan di tempat penyaringan khusus yang disebut pengindelan abang atau "penyaringan merah", pengindelan putih dan pengindelan emas.
Sebelum mencapai tujuan utama yaitu masjid Agung Banten, kita melewati Benteng Surosowan. Benteng ini berupa dinding pembatas setinggi 2 meter yang mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektar. Surosowan mirip sebuah nteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunan. Bangunan dinding keraton tidak lagi utuh, hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa pemerintahan Sultan pertama Banten, Sultan Maulana Hasanudin dan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna .
Keraton Surosowan ini memiliki tiga gerbang masuk, masing-masing terletak di sisi utara, timur, dan selatan. Namun, pintu selatan telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya. Pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di keraton ini juga banyak ruang di dalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan). Salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman, bernama Bale Kambang Rara Denok. Kolam Rara Denok berbentuk persegi empat dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter serta kedalaman kolam 4,5 meter. Ada dua sumber air di Surosowan yaitu sumur dan Danau Tasikardi yang terletak sekitar dua kilometer dari Surosowan.
Setelah 1 jam perjalanan sampailah kita ke tujuan, Banten Lama. Semula kita (ibu dan a'il) berencana melihat masjid agung banten dan menaranya yang tersohor itu, tapi karena pengunjungnya ramai dan padat sekali renacana itu kita urungkan. Jadinya kita main ke museum situs kepurbakalaan yang masih berada di komplek masjid agung banten. Awalnya saya enggan masuk ke museum ini dan hanya berniat main di lapangan bersama a'il, lagipula a'il juga sudah senang di rumput hijau lapangan museum. Ketidak tertarikan saya untuk masuk museum karena saya sudah pernah masuk sebelumnya di tahun lampau, dan penataan benda-benda di museum itu kurang menarik untuk dilihat.
Selain lapangan hijau yang luas, dihalaman museum kita juga bisa melihat beberapa situs kepurbakalaan Banten Lama seperti meriam amuk dan batu nisan cina.
Bosan bermain di halaman museum kita akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam museum,saya juga ingin memperkenalkan kepada suami dan a'il tentang budaya Banten Lama. Tiket masuk museum sangat murah, hanya RP. 1000,- saya berfikir harga itu cukup wajar mengingat terakhir saya kesini benda-benda peninggalan itu tidak terawat dan tidak indah dipandang.
Namun saya salah, ternyata museum sudah di renovasi. Display benda-benda museum pun baru, hingga menarik untuk dilihat. Gambar-gambar tentang penjelasan berbagai situs kepurbakalaan juga sangat menarik hingga tidak membosankan untuk di baca. Kita malah senang foto jeprat-jepret sana-sini karena display yang bagus dijadikan objek pemotretan. Selain itu museum kini juga sudah dipasang pendingin ruangan (AC) sehingga pengunjung betah untuk berlama-lama. A'il juga cukup senang kesana kemari melihat benda-benda seperti gamelan dan guci besar, dasar anak kecil disini a'il paling tertarik melihat lampu-lampu kecil yang ditaruh untuk menunjang benda-benda itu semakin terlihat bagus.
Sudah jauh datang ke Banten Lama sepertinya kurang lengkap untuk bercerita masjid yang satu ini. Masjid Agung Banten Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan nilai sejarah. Masjid ini dikenali dari bentuk menaranya yang sangat mirip dengan bentuk sebuah bangunan mercusuar. Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda cina yang juga merupakan karya arsitek Cina yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di masjid ini juga terdapat kompleks pemakaman sultan-sultan Banten serta keluarganya. Yaitu makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istrinya, Sulatan Ageng Tirtayasa dan Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar. Sementara di sisi utara serambi selatan terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin dan lainnya.
Masjid Agung Banten juga memiliki paviliun tambahan yang terletak di sisi selatan bangunan inti Masjid ini. Paviliun dua lantai ini dinamakan Tiyamah. Berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur Belanda kuno, bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Hendick Lucasz Cardeel. Biasanya, acara-acara seperti rapat dan kajian Islami dilakukan di sini. Sekarang bangunan ini digunakan sebagai tempat menyimpan barang-barang pusaka.
Setelah puas dan lelah bermain, kita memutuskan untuk pulang. Alahmdulillah banyak pelajaran yang kita dapat dalam perjalanan ini. Walaupun hari itu kita belum berkesempatan masuk ke dalam komplek masjid Agung Banten tapi kita cukup puas bisa jalan-jalan keliling Banten Lama naik kereta tamasya. A'il cukup puas bermain hari itu, di dalam kereta tamasya yang menuju rumah a'il pun tertidur lelap.